Seolah ada semacam rule of thumb yang diambil oleh negara-negara kuat di dunia terkait dengan perang atau kekacauan di belahan dunia lain. Bila perang atau kekacauan tersebut berpengaruh terhadap supply minyak yang mereka butuhkan – maka mereka akan bergegas nimbrung dalam perang atau kekacauan tersebut untuk melindungi kepentingannya atau untuk mengail di air keruh. Sebaliknya bila perang atau kekacauan itu tidak berdampak pada supply minyak yang mereka butuhkan – maka mereka akan acuhkan.
Sinyalemen tersebut diatas dapat kita lihat dengan jelas pada apa yang dilakukan Amerika misalnya terhadap krisis-krisis di dunia dalam dua dasawarsa terakhir ini. Krisis di Syria yang sudah membuat sekitar seribu orang terbunuh, mereka acuh tak acuh. Demikian juga dengan krisis di Yaman – mereka tidak hiraukan. Mengapa mereka cuek terhadap Syria dan Yaman ?. Karena Syria hanya berkontribusi sekitar 0.48% dari produksi minyak dunia, sedangkan Yaman malah lebih sedikit lagi yaitu hanya sekitar 0.34% dari produksi minyak dunia.
Hal ini jelas sangat berbeda misalnya dengan perlakuan mereka terhadap Kuwait, Iraq dan terakhir Libya. Kuwait memiliki kontribusi produksi sebesar 2.96% dari produksi minyak dunia, Iraq berkontribusi sebesar 2.85% dan Libya berkontribusi sebesar 2.12 %. Indonesia tidak sebesar negara-negara ini, tetapi masih diatas satu persen atau tepatnya 1.21% - jadi sangat bisa jadi mereka juga masih punya interest atas segala bentuk kejadian di negeri ini.
Karena minyak menjadi perhatian utama dalam setiap perang – dan orang kawatir akan kelangsungan supply-nya, maka harga minyak-pun langsung terdongkrak naik pada setiap ada kekacauan. Krisis-krisis di Arab sejak awal tahun ini misalnya berpengaruh significant pada harga minyak mentah dunia. Grafik dibawah menunjukkan hal ini.
Bagaimana dengan emas ?, apa hubungannya ?. Perang mempengaruhi harga emas setidaknya melalui tiga hal. Hal yang pertama adalah karena emas mencerminkan harga riil barang-barang kebutuhan manusia, maka bila kebutuhan riil manusia seperti minyak tersebut diatas naik – harga emas akan ikut naik.
Hal yang kedua adalah setiap perang membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Dari mana pemerintah yang terlibat perang tersebut mendapatkan uangnya ?. Pajak untuk membiayai perang tentu tidak popular, maka mereka menggunakan pajak tersembunyi alias inflasi untuk membiayai perang. Ketika terjadi inflasi, semua harga barang naik tidak terkecuali harga emas. Bukti dari inflasi adalah penurunan daya beli uang, yang untuk Dollar Amerika tercermin dalam penurunan US Dollar Index pada grafik dibawah.
Hal yang ketiga lebih bersifat sentimen pasar. Ketika ada kekacauan di salah satu belahan dunia-manapun, timbul perasaan tidak nyaman di kalangan investor dan pelaku usaha. Dalam suasana semacam ini mereka membutuhkan safe haven – tempat yang nyaman untuk melabuhkan dana-dananya. Safe haven yang paling terbukti efektif selama ini adalah emas, maka demand terhadap emas ikut terdongkrak pada setiap ada kekacauan di negeri manapun di dunia. Perhatikan kenaikan harga emas sejak awal tahun ini yang dipengaruhi oleh krisis di negeri-negeri Arab.
Lantas bagaimana trend jangka panjangnya kedepan ?, tidak ada yang bisa memprediksinya secara pasti. Tetapi yang jelas bahan baku minyak akan semakin diperebutkan dan dunia belum nampak tanda-tanda untuk menjadi semakin aman, jadi nampaknya trend kenaikan harga emas yang sudah berlangsung selama satu dasawarsa ini – belum nampak akan berbalik arah. Wa Allahu A’lam.
written by muhaimin iqbal
www.geraidinar.com
0 comments:
Post a Comment